MUNIR, CAHAYA YANG TAK PERNAH PADAM (Tulisan Suciwati)
Jakarta (20/10/2009) Utak-atik prediksi penghuni-penghuni baru kabinet SBY – Boediono untuk periode 2009-2014 memang ibarat tebak-tebak buah manggis. Siapa ya yang akan jadi Menteri ini ?
Siapa ya yang akan jadi Menteri itu ? Lho kok si ini yang jadi Menteri ini ? Lho kok si itu yang jadi Menteri itu ?
Orang berkomentar, tentu sah- sah saja. Namanya juga negara demokrasi. Tetapi yang harus disadari disini adalah HAK PREROGATIF yang dimiliki oleh seorang Kepala Negara.
SBY berhak menentukan siapapun yang dianggap kapabel dan sangat cakap untuk menjadi pembantunya dalam menjalankan amanah berkuasa selama 5 tahun ke depan.
Salah satu posisi kunci yang paling penting dalam kabinet SBY adalah Kepala Badan Intelijen Negara (BIN).
Rumors yang beredar sangat banyak. Diantaranya, Sjamsir Siregar tetap akan dipertahankan.
Tapi belakangan, nama Jenderal (Purn) Sutanto – mantan Kapolri – yang diprediksi akan menggantikan posisi Sjamsir Siregar. Debat kusir seputar layak atau tidak layaknya Jenderal Sutanto menjadi Kepala BIN terus dipergunjingkan.
Salah satunya adalah Sutanto bukan militer dan dianggap tidak memiliki latar belakang kedinasan di bidang intelijen.
Mari kita bahas soal debat kusir soal ada atau tidak adanya keahlian khusus Jenderal Sutanto di bidang intelijen.
Sutanto – yang termasuk salah satu anggota dari AKBP alias Angkatan Bapak Presiden (SBY) yaitu Angkatan 1973 ini – memiliki rekam jejak yang sangat lengkap.
Sutanto pernah menjadi Ajudan (ADC) Presiden Soeharto.
Untuk menjadi Ajudan Presiden, dari Tri Matra TNI yaitu TNI AD, TNI AL dan TNI AU, termasuk juga POLRI, semua kandidat Ajudan Presiden harus melalui seleksi yang sangat ketat.
Tidak mudah untuk bisa menjadi Ajudan Presiden.
Sebab kandidat calon Ajudan Presiden dari kalangan POLRI misalnya, ia harus menjalani serangkaian tes yang sangat panjang, sangat teliti dan berliku dari kalangan intern POLRI serta Sekretaris Militer Presiden.
Selanjutnya secara berturut-turut, Sutanto menjadi Wakapolda Metro Jaya, Kapolda Sumatera Utara dan Kapolda Jawa Timur.
Lepas dari jabatan Kapolda Jawa Timur, Sutanto menjadi Kepala Lembaga Pendidikan (Diklat) Polri dan sebelum akhirnya menjabat sebagai KAPOLRI selama 38 bulan (3 Tahun 2 Bulan), Sutanto juga sempat menjadi Kepala Pelaksana Harian (Kalakhar) Badan Narkotika Nasional.
Dengan rekam jejak yang selengkap dan sesempurna ini, siapa yang masih berani mengatakan bahwa Sutanto tidak memiliki latar belakang intelijen ?
Ketika ia menjadi Wakapolda atau Kapolda, maka di setiap jajaran Polda yang dipimpin itu Sutanto membawahi atau memiliki bawahan yang menangani Intelijen yaitu Direktur Intel (Dir Intel).
Pada posisi ia menjadi Kapolda, Sutanto tentu mendapatkan masukan dan laporan, dan akhirnya memberikan arahan atau perintah di bidang intelijen, kepada semua pejabat di bidang intelijen yang bernaung di bawah Polda yaitu Direktur Intelijen Polda, Kepala Bagian Intelijen Polisi Wilayah (Polwil) dan Kepala Bagian Intelijen Polres dan Kepala Unit Intelijen Polsek.
Dan saat menjadi Kapolri, Sutanto memiliki bawahan di bidang intelijen yaitu Kepala Bagian Intelijen & Keamanan (Kabaintelkam) yang merangkum semua laporan intelijen seluruh Polda se-Indonesia.
Sebagai instansi yang bertugas untuk menjaga KAMTIBMAS (Keamanan & Ketertiban Masyarakat), POLRI harus sangat kuat di bidang INTELIJEN.
Selain mengandalkan perangkat intelijennya sendiri, POLRI harus berkoordinasi dengan instansi lain atau antar lintas Departemen.
Singkat kata, tidak perlu diragukan lagi kemampuan INTELIJEN dari seorang Sutanto.
SBY sangat tepat menempatkan figur Sutanto dalam Dinas Intelijen seperti Badan Intelijen Negara (BIN).
Kalau misalnya ada yang mengatakan, lho jabatan Kepala BIN itu kan job militer. Kenapa diberikan kepada polisi ?
Tidak ada peraturan atau UU resmi yang mewajibkan posisi Kepala Badan Intelijen Negara harus diisi dengan figur militer.
Tanpa bermaksud mengecilkan kemampuan dan kecakapan Letjen (Purn) Sjamsir Siregar dalam memimpin BIN, Indonesia harus mengakui secara lapang dada bahwa nyaris tidak ada samasekali PRESTASI KERJA dari BIN selama ini.
Deteksi dini dan cegah dini di bidang intelijen selama dipimpin Sjamsir Siregar sangat lemah.
Dan ketika terjadi sesuatu yang mengguncang stabilitas nasional, maka POLRI ibarat menjadi MOBIL PEMADAM KEBAKARAN.
Crot. Crot. Crot.
Sang mobil pemadam kebakaran itu harus sangat cepat dan tepat memadamkan api gangguan di semua wilayah.
Salah satu contoh saja, saat Presiden SBY berkunjung ke Ambon Mei 2007. Persis disaat SBY berpidato – di tengah hujan deras – sekelompok penari lokal membentangkan bendera RMS.
Ketika itu, intelijen dituding tidak mau mendeteksi penyusupan dari kelompok “penari Cakalele”.
Sumber KATAKAMI di lingkungan TNI menginformasikan ketika itu, bahwa sepulang dari Ambon Presiden SBY memarahi 2 kawan terdekatnya yang kebetulan menjadi Panglima TNI dan Kapolri yaitu Marsekal Djoko Suyanto dan Jenderal Sutanto.
Kedua perwira tinggi ini TERPAKSA menjadi tempat pelampaisan kemarahan SBY.
Mungkin karena keduanya adalah sesama AKBP (Angkatan Bapak Presiden), maka SBY menjadi "luwes dan leluasa"sekali ngomel-ngomel panjang lebar tidak karuan karena insiden tarian Cakalele.
Kejadian “Penari Cakalele” itu, sempat membuat hubungan BIN dengan TNI – POLRI menjadi runcing.
BIN tidak mau disalahkan !
SBY tidak mau ambil pusing sehingga yang sangat keras ia marahi adalah Panglima TNI dan Kapolri.
Padahal, banyak pihak yang mengatakan bahwa insiden itu terjadi karena kelemahan I N T E L I J E N !
Ode Untuk Presiden Obama Yang Menghapuskan Motto Kalimat PERANG MELAWAN TERO
Contoh berikutnya adalah saat Thailand menangkap gembong teroris HAMBALI bulan Agustus 2003.
Aparat keamanan Thailand justru menyerahkannya kepada PEMERINTAH AMERIKA SERIKAT dan akhirnya Hambali dipenjarakan di Guantanamo – yang notabene berada di bawah otoritas DINAS INTELIJEN AMERIKA SERIKAT atau CIA --.
Apakah mungkin, Dinas Intelijen Indonesia tidak memiliki samasekali akses dan kerjasana yang baik dengan sesama Dinas Intelijen di kalangan negara-negara anggota ASEAN ?
Mengapa bisa, aparat keamanan Thailand menyerahkan gembong teroris yang paling di cari di Indonesia dan kebetulan gembong teroris itu berkewarge-negaraan Indonesia, justru diserahkan kepada PEMERINTAH AMERIKA SERIKAT !
Yang lebih tragis lagi, setelah gagal mengetahui dan mencegah penyerahkan Hambali kepada AS tadi, ternyata BIN juga gagal mendeteksi aksi peledakan bom di Hotel JW Marriot tahun 2003.
Jarak antara penyerahan Hambali tadi dan peledakan bom di Hotel JW Marriot hanya terpaut beberapa hari saja.
Dimana KEMAMPUAN INTELIJEN dari Badan Intelijen Negara ?
Kalau memang Kepala BIN yang berlatar-belakang militer jauh lebih hebat dari figur kalangan sipil yaitu POLRI, mana bukti kehebatan itu ?
Tidak ada !
Kita bergeser ke peristiwa pembunuhan MUNIR !
Munir mati diracun tanggal 7 September 2004. Dan dua hari kemudian yaitu tanggal 9 September 2004, terjadi peledakan bom di depan Kedubes Australia Jalan HR Rasuna Said Kuningan Jakarta Selatan.
Sudah jadi rahasia umum bahwa PATUT DAPAT DIDUGA pembunuh Munir adalah kalangan pejabat dari BADAN INTELIJEN NEGARA.
Seluruh dunia tahu bahwa ada aktivis HAM Indonesia mati karena diracun dalam penerbangannya ke Belanda.
Sadis sekali !
Sekarang, kalau ada yang bertanya jika PATUT DAPAT DIDUGA pembunuh Munir adalah pejabat-pejabat BIN, mengapa “mengamankan” seorang aktivis HAM harus dengan cara menghilangkan nyawanya ?
Lalu ketika nyawa seorang MUNIR sudah dibasmi, mengapa tidak ada satupun yang mau bertanggung-jawab ?
Inilah lelucon yang paling tidak lucu di INDONESIA yaitu ada aktivis HAM mati dibunuh, tanpa diketahui SIAPA PEMBUNUHNYA.
Munir bukan mati karena serangan jantung atau karena sakit stroke !
Hei, Munir itu mati DIBUNUH !
Siapa pembunuhnya ?
Sekarang kembali ke masalah rencana penugasan Jenderal Sutanto sebagai Kepala Dinas Intelijen INDONESIA, itu adalah keputusan yang paling baik dan pantas diacungi jempol untuk SBY.
Keputusan SBY memilih dan menempatkan Sutanto sebagai Kepala BIN adalah keputusan yang PANCEN OYE alias tepat sekali.
Sutanto memiliki tugas berat menjadi Kepala BIN yang baru.
Ia harus bergerak dengan lincah membenahi dan menata struktur organisasi BIN yang sampai saat ini masih diisi oleh jajaran eselon I warisan Kepala BIN Hendropriyono.
Hebat betul, pejabat-pejabat eselon 1 yang bercokol begitu lama di Dinas Intelijen INDONESIA.
Jenderal Sutanto harus membersihkan dan merapikan semua struktur organisasi BIN dari orang-orang lama dan menggantinya dengan pejabat-pejabat baru yang lebih “pancen oye”.
BIN harus siap menerima pimpinan baru yang tingkat kemampuannya selama ini dalam memiliki POLRI – sudah sangat teruji dan terpuji --.
BIN harus bisa bekerjasama dan loyal kepada pimpinan baru yang mumpuni seperti Sutanto.
Semoga BIN bisa menjadi lebih membumi dan taat hukum.
Untuk itulah, rakyat Indonesia – terutama PERS dan kalangan aktivis – sungguh berharap banyak dari Sutanto.
Siap Jenderal, selama 5 tahun ke depan, jangan pernah ada lagi penghilangan nyawa manusia secara paksa oleh Dinas Intelijen
Siap Jenderal, selama 5 tahun ke depan, jangan pernah ada lagi gerakan-gerakan intelijen yang berbau politis di kalangan lawan politik pemerintah.
Siap Jenderal, selama 5 tahun ke depan, jangan pernah ada lagi teror dan tekanan kepada PERS dari Dinas Intelijen.
Dan penempatan Jenderal Sutanto sebagai Kepala BIN, semoga bukan untuk mengamankan SUSILO BAMBANG YUDHOYONO jika ingin melanjutkan lagi REZIM kekuasaannya selama 5 tahun berikutnya dari periode yang sekarang yaitu periode 2014-2019.
Sutanto harus menjaga NETRALITAS BIN.
BIN jangan jadi instrumen SBY untuk memukul lawan-lawan politik atau menekan PERS bahkan pihak manapun yang oleh SBY dianggap tidak “pancen oye”.
Sutanto harus bisa membuktikan bahwa saat BIN berada dibawah kepemimpinannya, Dinas Intelijen Indonesia bisa berkoordinasi secara baik dengan TNI, POLRI, Kejaksaan dan semua INSTANSI.
Juga dengan Dinas Intelijen di seluruh dunia. Deteksi dini, cegah dini, dalam menjaga pertahanan dan keamanan di wilayah NKRI.
BIN jangan jadi Badan Omdo alias Omong Doang.
BIN harus berprestasi. BIN janganlah sampai diajak marathon untuk terus menerus sangat sibuk urusan POLITIK PRAKTIS.
Kabar ditugaskan Sutanto sebagai Kepala BIN yang baru, sangat melegakan dalam konteks besar harapan rakyat Indonesia terhadap reformasi birokrasi didalam struktur organisasi BIN.
Selamat bertugas, Jenderal Sutanto !
Anda sangat tepat memimpin BIN untuk periode tugas 5 tahun depan.
(MS)
No comments:
Post a Comment